Guru Besar Universias Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Dr Drs Muhammad Syuzairi MSi, SSos, Tekait kasus Perobohan Hotel Pura Jaya di Nongsa, Kota Batam, Menakutkan investor. Dia Meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam Mempertimbangkan Dampak Buruk Tata Cara Alokasi Tanah Secara Sepihak Oleh Badan Pengelolaan (BP) Batam.
Batam.Auditpos.com—Terkait Kasus Pura Jaya Hotel yang bergulir hingga sekian lama menjadi polemik yang bisa membuat para investor menjadi enggan untuk berinvestasi di Kota Batam.
Pasalnya apa yang terjadi dengan Pura Jaya Hotel, adalah satu tindakan yang justru membuat enggan para Investor untuk menapak kaki investasinya di Kota Batam.
Seprti yang disampaikan tim ahli yang dihadirkan pihak Pura Jaya Hotel, Kandidat Guru Besar Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Dr.Drs. Muhammad Syuzairi M.Si, S.Sos, menanggapi prihal kasus yang dialami oleh Pengusaha Pura Jaya Hotel.
Apa yang dilakukan Pemko Kota Batam atas tindakan perobohan bangunan Hotel Pura Jaya di Nongsa Kota Batam, justru dapat menjadi bola panas bagi kalangan investor, serta menjadi isu hangat yang dapat menjadi momok baru bagi para investor akan tindakan yang justru di nilai dapat merugikan pemerintah Kota Batam.
Syuzairi menegaskan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam untuk dapat mempertimbangkan dampa buruk tata cara alokasi tanah secara sepihak oleh Badan Pengelolaan (BP) Batam.
Ia menyampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh BP Batam jelas mencederai pengusaha dan dapat mempengaruhi tingkat investasi di Kota Batam, dengan menakuti para investor seprti yang terjadi dengan kasus Pura Jaya Hotel di Nongsa Kota Batam.
”Jika cara alokasi tanah dilakukan seperti dialami oleh pemilik Hotel Pura Jaya, Nongsa, yakni tanah yang telah dibangun hotel dan telah beroperasi puluhan tahun, lalu dicabut dan dialokasikan kepada perusahaan lain, hanya karena alasan terlambat membayar UWT (Uang Wajib Tahunan), tidak lama lagi semua investor takut menanamkan modal, karena aset dan modal mereka tergantung pada kesewenang-wenangan BP Batam,” terang M Syuzairi, usai bersaksi sebagai Saksi Ahli di PN Batam, berapa waktu lalu.
Syuzairi juga menambahkan kasus yang terjadi dengan Hotel Pura Jaya merupakan tindak sewenang-wenang, terlebih lagi pemilik hotel telah menjalankan usahanya bertahun tahun.
Namun karena alasan keterlambatan dalam pembayaran UWT, asset senilai Rp.350 Miliar Rupiah dihancurkan dalam sehari.
Tentu ini tindakan yang tidak patut sebagai pengelola perizinan dan juga dapat berdampak buruk yang sangat besar bagi para investor, terlebih dengan kejadian ini tentu akan menjadi alasan para investor untuk tidak menanamkan modalnya dan berinvestasi di Kota Batam.
Terlebih lagi pemilik hotel telah menggunakan tanah yang dia terima sesuai dengan peruntukan.
Ratusan karyawan hidup dengan bekerja di hotel tersebut, dan tentu saja pajak dan retribusi telah dibayar oleh pengelola.
Telat membayar UWT, lalu dialokasikan ke perusahaan lain dan seterusnya bangunan yang sangat besar nilainya di hancurkan oleh pemilik baru.
Jika seperti itu, kata Syuzairi, lalu hak penerima alokasi yang telah menanamkan modal ratusan miliar diabaikan dan setoran UWT-nya ditolak, sama saja dengan mengusir investasi dan menimbulkan ketakutan bagi penanam modal yang lain.
”Ada beberapa pengusaha yang mengeluh dan diperlakukan tidak adil dalam kasus alokasi tanah. Tetapi kasus Pura Jaya tergolong paling besar investasinya dan juga Indah Puri, Sekupang. Kasus tersebut disaksikan oleh dunia internasional, sehingga menimbulkan rasa ketidak-pastian dalam perlindungan investasi,” tandas Syuzairi.
Saat bersaksi di hadapan majelis hakim PN Batam, Syuzairi menyebut, kewenangan untuk mengalokasikan tanah berada di BP Batam. Tetapi aset yang dibangun di atas tanah berupa bangunan adalah hak pemilik hotel (Hotel Pura Jaya).
”Seharusnya, jika tanah tersebut diserahkan kepada pihak lain, masalah bangunan diajukan lebih dahulu ke pengadilan untuk ditetapkan apakah harus dirobohkan atau ada cara lain yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, termasuk bagi pertumbuhan dunia usaha di Batam,” kata Syuzairi.
Tindakan perobohan yang dilakukan oleh PT Lamro Martua Sejati atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa, kata Kandidat Guru Besar UMRAH itu, tidak kuat dari aspek hukum dan aspek sosial ekonomi serta merugikan dunia usaha.
”Tidak sedikit orang ketakutan menanamkan modal di Pulau Batam akibat kesewenang-wenangan yang terjadi terhadap investasi besar Hotel Pura Jaya. Perobohan hotel (pada 21 Juni 2023) yang telah memiliki sejarah panjang Kota Batam dan perjuangan Provinsi Kepri, menimbulkan trauma bagi dunia usaha, terutama pemilik hotel.
Dr Drs Muhammad Syuzairi MSi, SSos, Kandidat Guru Besar Universias Maritim Raja Ali Haji (UMRAH)
Sebagaimana diberitakan media lokal, sebelumnya, PT Dani Tasha Lestari (PT DTL) sebagai pemilik dan pengelola Hotel Purajaya akhirnya menggugat PT Lamro Martua Sejati dan PT Pasifik Estatindo Perkasa sebesar Rp1,5 triliun.
Langkah hukum itu akan ditempuh, pasca gagalnya mediasi para pihak di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Dalam gugatan yang akan didaftarkan ke pengadilan, Badan Pengusahaan (BP) Batam turut tergugat.
Gedung Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, dirobohkan oleh PT Lamro Martua Sejati (PT LMS) pada Rabu, 21/6/2023, atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa (PT PEP).
Perusahaan PT PEP adalah penerima alokasi tanah seluas 10 hektar dari BP Batam di kawasan Nongsa, Pulau Batam pada 1991. Di atas tanah seluas 108.574 m2 dibangun hotel dengan nilai aset Rp500 mililar.
Momen mediasi antara penggugat dengan pihak tergugat serta turut tergugat telah dilaksanakan sebanyak 3 kali. Terakhir kali dilaksanakan pada Senin, 1/4/2024 di PN Batam. Namun tiga kesempatan mediasi itu tidak dihadiri oleh PT LMS dan PT PEP sebagai tergugat serta BP Batam sebagai turut tergugat.(Tim.Red)