
Payakumbuh |auditpos.com- Banyak pihak pertanyakan kebijakan Walikota Payakumbuh, Dr. Zulmaeta, adanya gangguan atas fungsi jalan dan prasarana jalan Sutan Usman dan rencana di Jalan Arisun Kota Payakumbuh, terkait relokasi pembangunan kios bagi pedagang eks Pasar Blok Barat Payakumbuh, terancam pidana ?. Allahu Alam.
Setidaknya, hal itu susuai Siaran Pers Lembaga Kontrol Advokasi ( LKA ) Elang Indonesia, bila mengacu Undang-Undang tentang Penataan Ruang, mendirikan bangunan di lokasi yang bukan peruntukannya (seperti di fasilitas jalan raya yang merupakan ruang publik) melanggar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).

Ketua Umum LKA Elang Indonesia, Wisran paparkan, “Penyelenggara negara atau siapa pun yang mendirikan bangunan di fasilitas jalan raya dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda yang berat, selain sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan.
Dasar Hukum dan Sanksi Pelanggaran ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, terutama Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Pasal 28 ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan
gangguan pada fungsi perlengkapan jalan akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan) (telah diubah sebagian oleh UU No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004. Undang-Undang ini melarang adanya
gangguan terhadap fungsi jalan dan
prasarana jalan. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat dikenakan sanksi pidana yang tercantum dalam ketentuan pidana undang-undang tersebut, sebagai tambahan terhadap ketentuan KUHP.
Undang-Undang tentang Penataan
Ruang Mendirikan bangunan di lokasi yang bukan peruntukannya (seperti di fasilitas jalan raya yang merupakan ruang publik) melanggar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pelanggaran ini dapat mengakibatkan pidana denda hingga Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan pidana penjara hingga 5 (lima) tahun, di samping sanksi administratif seperti pembongkaran paksa.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Perbuatan tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan merusak atau membuat tidak dapat
dipakai fasilitas umum, yang dapat dijerat dengan Pasal 406 KUHP (sekarang Pasal 522 KUHP Baru)
dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak kategori IV. Status Penyelenggara Negara.
Status sebagai penyelenggara negara atau pejabat publik yang melakukan pelanggaran ini dapat menjadi faktor pemberat dalam penegakan hukum, karena mereka seharusnya menjadi teladan dalam mematuhi peraturan perundang-undangan dan menjaga fasilitas umum. Mereka juga dapat dikenakan sanksi etik dan disiplin kepegawaian selain sanksi pidana umum yang berlaku bagi setiap orang, ujarnya agar hal diatas bisa membuat aparat penegak hukum bersikap.
DPRD Minta Relokasi Pedagang Pasar Payakumbuh Ditinjau Ulang, namun di abaikan.
mengutip PADEK.JAWAPOS.COM, Senin, 15 September 2025, Anggota DPRD Kota Payakumbuh, dari fraksi Golkar, Wirianto Dt. Paduko Basa Marajo menyoroti rencana relokasi pedagang korban kebakaran Blok Barat Pusat Pertokoan Pasar Payakumbuh, sepertinya tidak di hiraukan orang nomor satu kota Payakumbuh tersebut.
Kendati Wirianto Dt. Paduko Basa Marajo telah meminta pemerintah daerah meninjau ulang lokasi relokasi agar tidak menimbulkan persoalan baru bagi pedagang maupun dalam penataan kota.
“Harapan kita mengenai relokasi, karena ini berbentuk musibah, tentu kita ingin bagaimana para pedagang yang terdampak bisa secara cepat kembali membangun hidup mereka. Ini menyangkut perut sehari-hari mereka,” ujar Wirianto saat ditemui wartawan.
Ia menjelaskan, sebagian besar pedagang mengusulkan agar relokasi ditempatkan di kawasan Blok Timur, ditambah area belakang Pos Kota yang nantinya akan sejajar dengan pertokoan di depan Toko Keke. Usulan tersebut, kata Wirianto, cukup masuk akal karena dianggap lebih representatif dan sesuai dengan kebutuhan pedagang.
“Kami berharap relokasi ini tidak hanya memikirkan pemulihan ekonomi pedagang, tapi juga memperhatikan penataan wajah kota, masalah perparkiran, serta jangan sampai mengganggu pedagang lain. Misalnya, lokasi di Jalan Arisun yang sudah jadi ketetapan, itu masih bisa ditinjau kembali. Kalau tidak diperhatikan, justru bisa menimbulkan masalah baru,” tambahnya.
Wirianto menekankan bahwa relokasi seharusnya menjadi solusi, bukan menambah beban bagi pedagang. Untuk itu, ia mendorong Pemerintah Kota Payakumbuh agar benar-benar menampung aspirasi pedagang sebelum memutuskan lokasi tetap.
“Perlu kita tinjau ulang lokasi relokasi ini. Bagaimana yang terbaik, sehingga pedagang terakomodasi dan pemerintah daerah juga tidak terlalu sulit untuk mengabulkan permintaan mereka. Yang kita cari adalah solusi terbaik, supaya para pedagang bisa kembali menjalani kehidupannya dengan normal,” tutupnya. ( eh )


