

Payakumbuh | auditpos.com- Lembaga Kontrol Advokasi ( LKA ) Elang Indonesia, melalui siaran pers Ketua Umum, Wisran, mencium aroma busuk dan berpotensi menciderai perasaan publik kota Payakumbuh dibalik agenda Rapat Dengar Pendapat ( RDP ), tiga Komisi DPRD Kota Payakumbuh dengan mitra kerja/ Organisasi Perangkat Daerah setempat, Senin, 21/4/2025.
Dipaparkan Wisran, berdasarkan catatan LKA Elang Indonesia dari agenda RDP sesuai undangan yang ditanda tangani Ketua DPRD Kota Payakumbuh, Wirman Putra, A.Md,
yang digelar Komisi A, Komisi B dan Komisi C, dengan stokeholdelnya, hasilnya, baik Komisi A, Komisi B dan Komisi C, terkesan ironi telah menciderai/ melukai perasaan masyarakat kota Payakumbuh yang diwakili dan telah menikmati gaji serta fasilitas dari uang rakyat itu.
Wisran juga tenggarai DPRD Kota Payakumbuh dengan 25 Wakil Rakyat, sepertinya benar unit/ lembaga tukang stempel program atau kinerja bobrok dari mitra kerjanya, sedih Ketum LKA Elang Indonesia.
Pada poin selanjutnya siaran pers LKA Elang Indonesia, menyimpulkan hasil RDP baik Komisi A, Komisi B, serta Komisi C, berpotensi telah menciderai perasaan masyarakat kota Payakumbuh, juga terindikasi menabrak Undang” Tipikor atau perbuatan Kolusi yang dapat merugikan masyatakat, Bangsa dan Negara serta Nepotisme yang menguntungkan keluarga dan kroninya di atas kepentingan Masyarakat-Bangsa & Negara.
LKA Elang Indonesia, selain telah melakukan class action, melaporkan beberapa Instansi/ OPD serta Lembaga Penegak Hukum, yang berpotensi ber KKN ria atas laporan dugaan penyimpangan/ korupsi uang negara, terbukti hingga detik ini bungkam, kembali lenkapi data- data dan berencana akan lakukan class action ” Menggugat Perdata” yakni
Tergugat 1.
Direktur Utama PDAM.Terkait adanya pembiaran dari Direktur Utama atas perbuatan Direktur Teknik yang melakukan Lelang secara Manual..
Menurut Wisran, tentu tidak luput dari tangung jawab seorang Direktur Utama setiap ada pelangaran yang di lakukan oleh bawahannya.
Tender sepihak yang di lakukan oleh Direksi PDAM Tirta Sago telah menabrak Peraturan Presiden No 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pada proyek Pemerintah serta melabrak Peraturan LKPP No 14 tentang sistim pengadaan secara elektronik…
Juga terkait Pengerjaan Penambahan jaringan WTP Batang Agam tersebut terindikasi adanya Pembohongan Publik. Pasalnya pihak PDAM yang telah melakukan 2 kali kontrak dalam pengerjaan objek yang sama yaitu penambahan jaringan WTP Batang Agam di antaranya :
1.Kontrak Peambahan jaringan WTP Batang Agam tahun 2024 dengan Nilai Kontrak sebesar Rp 2.105.432.000 .
Proyek tersebut di dampingi oleh pihak Kejaksaan agar kelihatan transparan dalam pengerjaan proyek yang tidak tuntas pada waktu yang telah di tentukan..
2. Pada tanggal 7 Maret 2025 Pihak PDAM kembali melakukan kontrak dengan pekerjaan yang sama yaitu penambahan jaringan WTP Batang agam dengan Nilai kontrak sebesar Rp 5.055.114.970.
Terkait dengan proyek Direktorat Jendral Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang dalam mengerjakan Proyek Rehabilitasi Prasarana Air Baku Batang Agam yang mengunakan dana APBN dengan Nilai kontrak sebesar Rp 3.872.998.000 yang terindikasi satu paket dengan pemasangan Pipa Jaringan WTP Batang Agam yang di lelang kembali pengerjaannya oleh PDAM Tirta Sago Payakumbuh.
Di duga pihak PDAM telah melakukan pembohongan publik dengan pekerjaan yang sama dalam penabahan jaringan WTP Batang Agam tersebut di atas.
Tergugat 2. Dewan Pengawas PDAM Tirta Sago. Dalam hal pengerjaan proyek yang di lakukan dua kali Lelang yang tidak mengunakan Sistim Elektronik, Dewan Pengawas tentu ikut bertangung jawab atas adanya pengeluaran atad dana Kas PDAM yang di gunakan untuk pengerjaan penambahan jaringan WTP Batang Agam dengan pekerjaan yang sama dengan angaran yang berbeda serta di tahun yang berbeda.
Tergugat 3. Kejaksaan Negeri Payakumbuh. Terkait pendampingan pengerjaan proyek penambahan jaringan WTP Batang Agam yang tidak tuntas serta diduga mengunakan material tidak sesuai dengan dokumen kontrak tentu tidak terlepas dari tangung jawab pihak Kejaksaan yang bungkam terkait proyek yang tidak tuntas pada waktu yang telah di tentukan tersebut.
Terkait dengan adanya pembiaran oleh tergugat 1, ergugat 2 dan tergugat 3 pihak Kejaksaan yang bungkam dengan proyek yang tidak tuntas tersebut jelas penyelengara terindikasi melakukan perbuatan Kolusi & Nepotisme yang di atur dalam pasal 2 Undang-undang No 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor serta UU No 20 Tahun 2001 atas Perubahan Undang-undang Tipikor yang membahas tentang :
1. Gratifikasi
2. Pembuktian Terbalik.
3. Suap
4. Pemerasan
5. Penyalah gunaan Jabatan/Wewenang
6. Benturan Kepentingan dalam Jabatan.
( EB )
